Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Sabtu Bersama Bapak

Ceritanya saya lagi ngubek-ngubek draft tulisan di laptop. Kemudian saya ingat kalau saya punya hutang untuk ngepost tulisan ini. Dalam rangka menepati janji, akhirnya pagi ini saya memutuskan untuk memposting tulisan ini disini. Lagian, menurut saya, sayang aja sih kalo film sebagus ini ga saya buatkan tulisan, karena film ini tuh mengandung banyak sekali pesan-pesan kehidupan. Dan... siapa tau suatu saat nanti, tulisan ini bisa menjadi pengingat untuk saya. Oh iya, sebenarnya ini adalah film yang diadaptasi dari novel yang dikarang oleh Adhitya Mulya. Pada tahun 2015, saya juga sempat pengen beli novel Sabtu Bersama Bapak, tapi sayangnya saya selalu kehabisan stocknya. Dan sampai sekarang malah ga kesampean beli novel ini. Tapi alhamdulillah, walaupun ga kesampean beli, saya tetap bisa baca novelnya. Iyak betul saya minjem! Jadi, waktu itu saya sempat lihat temannya adik saya posting novel Sabtu Bersama Bapak di instagram, karena kebetulan saya juga kenal sama dia, akhirnya sa

Belajar dari Novel Baswedan

Sejujurnya, saya baru mengetahui Bapak Novel Baswedan selama 4 bulan terakhir. Tepatnya, saat beliau diberitakan diteror oleh orang tak dikenal dengan cara disiram menggunakan air keras. Lalu, secara tidak sengaja, dua minggu yang lalu saya menonton wawancara eksklusif beliau yang ditayangkan di salah satu stasiun TV Nasional. Topik yang dibahas pada acara itu adalah tentang keberlanjutan penanganan kasus teror yang menimpa beliau pada 11 April silam. Masalahnya, sudah hampir 4 bulan namun pelaku teror tersebut masih belum ditemukan. Kalau dinalar pakai logika, jelas ada yang gak masuk akal. Lha wong kasus pembunuhan yang menimpa satu keluarga saja bisa ditangani dalam waktu kurang dari 6 jam, masa untuk kasus sesepele ini bisa sampai memakan waktu hampir 4 bulan ? Kok saya berasa orang yang ngerti prosedur hukum banget ya ? Haha. Padahal, latar belakang pendidikan saya bukan ilmu hukum. Tapi, bener kan pendapat saya diatas ? Kalau kamu gak sependapat dengan saya, gak apa-apa

Naik Gunung

Waktu itu saya lagi duduk santai di ruang TV. Tiba-tiba handphone saya berbunyi. Saya segera berjalan mengambil handphone saya yang kebetulan lagi dicharge di kamar. Saya buka notification yang ada, ternyata itu adalah chat dari grup yang ada di telegram. “Kalau ada yang mau ikut, hari Jum’at aku mau naik gunung.” Begitu kurang lebih isi chat dari salah satu teman saya. Rasanya pengen banget bales chat itu kayak gini “Aku mau ikut naik gunung dong!” tapi akhirnya chat dari teman saya itu, hanya saya baca doang. Haha.  By the way , kalau banyak teman-teman seusia saya yang pada ngebet pengen naik ke pelaminan, saya mah enggak. Saya malah lebih kepengen naik gunung ketimbang naik ke pelaminan. Emangnya udah ada cah yang ngajakin kamu naik ke pelaminan? Ya belum sih. haha. Eh, ini topiknya kenapa jadi ke pelaminan ya? Kita balik lagi deh ke topik awal. Hehe. Jadi, sebenarnya salah satu keinginan saya yang sampai saat ini belum terwujud adalah naik gunung.

Filosofi Kopi : Ambisi atau Hati

Halo! Assalamualaikum... Wah, ternyata udah lumayan lama juga ya saya ga posting tulisan disini. Kayaknya saya lupa kalo punya blog haha. Hmmm... kali ini saya mau posting tentang curhatan nih. Lah postingan-postingan yang sebelumnya juga curhatan semua cah? Haha iya juga sih. Ya pokoknya gitu lah. Maaf ga jelas . Tulisan yang diatas boleh diskip aja. Jadi... hari ini saya memutuskan untuk nonton filosofi kopi part pertama. Haha. Iya... tau kok kalau saya telat banget. Orang-orang udah pada nonton Filosofi Kopi 2. Nah, saya malah baru mau nonton yang part pertama. Ya, harap maklum lah ya, saya bukan orang yang suka nonton, jadi suka ga peduli gitu dengan info-info film terbaru hehe. Terus kenapa dong tiba-tiba pengen nonton? Karena beberapa hari yang lalu saya liat di TV orang-orang pada heboh dengan film ini. Promosi film ini juga gencar banget. Kebetulan, saya emang belum pernah baca novelnya dan (dulu) ga tertarik gitu buat nonton filosofi kopi part pertama. D

Satu Bulan Satu Buku

Satu hal yang bikin saya sedih akhir-akhir ini adalah saya jarang sekali membaca buku-selain buku kuliah. Jangankan mau baca satu bulan satu buku, buat beli buku aja kadang waktunya enggak ada. Sejak saya kecil, saya memang hobi sekali baca buku. Saking sukanya membaca, sebelum saya sekolah taman kanak-kanak, saya sudah lancar membaca. Sebenarnya kebiasaan membaca buku ini ‘ditularkan’ oleh ayah dan ibu. Kebetulan, ayah dan ibu memang suka sekali membaca. Ternyata kebiasaan ini terbawa sampai saya SMA. Saya masih ingat, dulu kalau ayah dan ibu menjenguk saya di asrama biasanya ayah akan bertanya “mbak icah mau beli jajan di supermarket X gak, nak?” tapi saya selalu bilang “mbak icah mau dibeliin buku aja yah. mau dianter ke gramedia aja.” Sejak saat itu ayah enggak cuma nanya mau beli jajan apa tapi juga nanya mau beli buku apa. Dulu saat SMA, buku yang paling banyak saya beli adalah buku kumpulan rumus dan latihan soal fisika. Soalnya dulu saya langganan remedial. Se

Ramadhan Inspiratif

Jadi ceritanya saya abis baca-baca tumblr , terus nemu postingan yang mengajak untuk ikutan proyek kebahagiaan menulis 30 hari #RamadhanInspiratif gagasan teman-teman Salman ITB. Walaupun saya udah telat dua hari sih sebenernya hehe. Tapi saya tetep excited pengen ikutan. Selain karena memang hobi saya adalah menulis. Barangkali dengan mengikuti proyek ini, saya juga bisa berbagi kebaikan melalui tulisan saya. Mudah-mudahan tulisan saya bernilai pahala. Sejujurnya saya enggak punya target tertentu sih. Saya enggak muluk-muluk mau posting tulisan yang banyak dan panjang. Saya hanya ingin menulis tentang kebaikan semampu diri saya. Mudah-mudahan saya bisa istiqomah sampai akhir ramadhan. Semangat icah! *nyemangatin diri sendiri wkwk*

Cerpen : Dari Nona Kepada Tuan

“Kamu jahat banget loh. Kamu tau gak dia itu serius sama kamu, tadi aja yang dia omongin cuman tentang kamu. Dia beneran suka sama kamu.” Ia merebahkan diri diatas kasur. Kata-kata itu berputar-putar di pikirannya. Mencoba memejamkan mata. Tidak bisa tidur. Ia membuka mata kembali. Menatap kosong langit-langit kamar. Air-air tak jelas mulai tertahan pada binar matanya. Kemudian tumpah. Ada perasaan bersalah menyelimuti hatinya. Lalu ia berkata kepada diri sendiri. Mau sampai kapan membohongi perasaan sendiri? Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Buru-buru ia hapus air matanya lalu menuju kamar mandi untuk berwudhu. Tiga rakaat salat witir dan satu juz bacaan qur’an berhasil ia khatamkan hari itu. “Alhamdulillah.... “ gumamnya dalam hati. Namun, perasaan itu tidak hilang. Perasaan tidak nyaman itu masih ada. “Aku harus nulis...” pikirnya. Kemudian diambilnya buku coklat gading kesayangannya. Ia pun mulai menulis. “Assalamualaikum, tuan. Apa kabarnya? Semoga kamu sel

Belum Saatnya Berhenti

Seandainya kau tau bahwa Kau sungguh berharga Kau bisa jadi apa saja Asal kau berupaya Seandainya kau tau apa Doa ayah dan bunda Tak mungkin sampai engkau tega Mematahkan isinya Teruslah bergerak Hingga rasa lelah Sendiri kelelahan Mengikutimu Sebab nanti suatu hari Kau akan tersenyum setiap pagi Menikmati jerih diri Dan segala yang telah kau lalui Sebab nanti suatu hari Kau punya cerita tuk dibagi Tentang mimpi yang tak pasti Namun kau membuatnya terjadi Belum saatnya berhenti Ayo terus mendaki Sudah tak jauh lagi kini Ayo terus dekati Seandainya kau tau apa Di balik gunung sana Terhampar padang bunga-bunga Kau akan bahagia Seandainya kau tau bahwa Anak-anakmu kelak Inginkan sebuah cerita Pahlawan di hidupnya Teruslah bergerak Hingga rasa lelah Sendiri kelelahan Mengikutimu Belum saatnya berhenti Ayo terus mendaki Sudah tak jauh lagi kini Ayo terus dekati semua mimpi

jika hati

Jika hati senantiasa berniat baik Allah kan pertemukan ia dengan hal-hal baik Tempat-tempat baik, orang-orang baik Atau kesempatan berbuat baik Jika hati dilatih agar bahagianya bersebab taat Kegembiraannya terhadap karunia kan berlipat Rasa syukurnya atas segala kan menguat Tapi jika hati hanya terbiasa bahagia bersebab karunia Kepekaannya terhadap nikmat kan berkurang Kekuatannya untuk bersykur kan hilang Jika hati dilatih agar sedihnya bersebab maksiat Daya perbaikan dirinya kan berkembang Kekuatan sabarnya menghadapi musibah kan menjulang Tapi jika hati hanya terbiasa bersedih Bersebab sempit, kurang dan kehilangan Amal durhaka akan menjadi ringan Dosa-dosa pun terasa sebagai kenikmatan - Salim A. Fillah dalam Lapis-Lapis Keberkahan

Ibu

Waktu itu, ceritanya saya akan kembali merantau ke Depok. Saya memang sudah dibiasakan tinggal jauh dari orang tua semenjak SMA. Tapi, entah kenapa, setiap akan berpisah dengan ibu, saya selalu menangis. Saya tentu tidak menangis di hadapan ibu, biasanya air mata saya tumpah ketika saya sudah berada di dalam bus. Pernah, saya sampai ditawari tissue sama petugas di bus karena saya ketauan menangis. Malu sih sebenarnya, usia hampir seperempat abad, tapi tiap akan pergi jauh dari ibu, selalu menangis. Tapi... ya mau gimana lagi, anaknya emang paling ga bisa nahan nangis. Hehe. Sejak saya SMA sampai saya kuliah S2, setiap saya akan berpamitan, ibu biasanya akan selalu memeluk saya, mencium kening dan pipi saya. Ibu juga akan selalu mengingatkan saya agar rajin belajar, rajin solat dan rajin mengaji. Hari ini, entah kenapa rasanya rindu sekali dengan ibu. Rindu dimintai tolong diantar kerja. Rindu dimintai tolong ditemani belanja ke pasar. Rindu dimintai tolong untuk ditemani m