Filosofi Kopi : Ambisi atau Hati

Halo! Assalamualaikum...
Wah, ternyata udah lumayan lama juga ya saya ga posting tulisan disini. Kayaknya saya lupa kalo punya blog haha.

Hmmm... kali ini saya mau posting tentang curhatan nih. Lah postingan-postingan yang sebelumnya juga curhatan semua cah? Haha iya juga sih. Ya pokoknya gitu lah.

Maaf ga jelas. Tulisan yang diatas boleh diskip aja.

Jadi... hari ini saya memutuskan untuk nonton filosofi kopi part pertama. Haha. Iya... tau kok kalau saya telat banget. Orang-orang udah pada nonton Filosofi Kopi 2. Nah, saya malah baru mau nonton yang part pertama. Ya, harap maklum lah ya, saya bukan orang yang suka nonton, jadi suka ga peduli gitu dengan info-info film terbaru hehe.

Terus kenapa dong tiba-tiba pengen nonton?

Karena beberapa hari yang lalu saya liat di TV orang-orang pada heboh dengan film ini. Promosi film ini juga gencar banget. Kebetulan, saya emang belum pernah baca novelnya dan (dulu) ga tertarik gitu buat nonton filosofi kopi part pertama. Demi menuruti rasa penasaran, akhirnya hari ini saya memutuskan untuk streaming film ini di yucub.

Menurut saya film ini lumayan bagus. Karena jalan ceritanya yang bukan tentang cinta-cintaan. Tapi lebih ke kisah persahabatan antara Ben dan Jodi. Walaupun mereka sahabatan tapi mereka lebih sering bertengkarnya daripada akurnya.

Di film ini dikisahkan bahwa Jodi memiliki hutang sebesar 800 juta. Karena hal ini, Jodi terus-terusan memaksa Ben untuk melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan income demi bisa membayar hutang. Mulai dari membeli bahan baku yang murah sampai memasang wi-fi guna menarik pelanggan yang kebanyakan memang lebih suka ngopi sambil internetan dan buka-buka social media.
 
Dan Ben menolak itu semua.

Singkat cerita, saat sedang berada di Kedai Filosofi Kopi, Ben ditemui oleh seorang pemilik perusahaan kopi yang ingin memenangkan sebuah tender. Ben diminta untuk membuat kopi dengan cita rasa baru yang belum pernah ada sebelumnya. Jika Ben bisa membuat kopi yang enak, dan orang tersebut bisa memenangkan tender maka Ben akan diberikan imbalan sebesar 100 juta. 

Agar bisa membantu Jodi melunasi hutang-hutangnya, Ben akhirnya menyetujui tantangan dari si pemilik perusahaan kopi. Tapi, Ben ga mau kalau hanya dibayar 100 juta, Ben minta dibayar 1 milyar. Ini gila sih. Dan lebih gilanya lagi, jika Ben gagal memenangkan tender maka Ben bersedia membayar 1 milyar ke si pemilik perusahaan kopi tersebut.

Demi bisa mendapatkan uang 1 milyar, Ben rela berminggu-minggu berkutat dengan kopi. Sampai akhirnya Ben bisa menciptakan kopi yang rasanya pas dan enak. Kopi tersebut diberi nama Perfecto Ben. Tapi... semua berubah semenjak negara api menyerang...

Lu kata avatar cah?

Sorry, maksud saya semua berubah semenjak kedatangan El, seorang perempuan yang sedang berkeliling Asia demi bisa mendapatkan kopi dengan rasa terenak. Menurut El, Perfecto Ben yang menurut Ben dan Jodi adalah kopi ternikmat yang pernah ada justru kalah dengan Kopi Tiwus buatan seorang petani kopi yang tinggal di Gunung Ijen.

Ben gak terima. Dia marah. Dia merasa sebuah kemustahilan kopi buatannya bisa dikalahkan dengan kopi buatan seorang petani. Jodi pun menjadi khawatir. Dia takut kalau nanti gak bisa memenangkan tender dan harus membayar 1 milyar. Akhirnya Jodi meminta Ben untuk ikut mencari Kopi Tiwus. Ben tentu saja menolak ajakannya Jodi. Tapi entah kesambet apa, Ben jadi mau menuruti kemauan Jodi. El, Ben dan Jodi akhirnya pergi menemui Pak Seno, petani kopi yang menciptakan Kopi Tiwus.

Saat tiba di kedai kopi Pak Seno. Jodi dengan serta merta memuji cita rasa Kopi Tiwus. Dia mengatakan bahwa itu adalah kopi terenak yang pernah dia minum. Ben lagi-lagi merasa ga terima. Dia minta ke Pak Seno untuk menunjukkan gimana dia bisa mengolah Kopi Tiwus mulai dari menanam bibit kopi sampai cara menyajikannya.

Dan ternyata, kunci dari kenikmatan Kopi Tiwus adalah cinta. Pak Seno dan istrinya menanam bibit kopi, meracik dan menyajikan Kopi Tiwus dengan cinta. Dia bahkan merawat tanaman kopinya seperti merawat anaknya sendiri.

Ini bedanya. Ben membuat kopi dengan ambisi sedangkan Pak Seno membuat kopi dengan hati.

Yang jadi pemenangnya? Tentu saja kopi tiwus buatannya Pak Seno

Ben akhirnya mengakui kenikmatan kopi tiwus dan memutuskan untuk membawanya ke Jakarta. Ben juga akhirnya menggunakan kopi tiwus sehingga ia bisa mendapatkan uang sebesar 1 milyar.

Apa pesan yang bisa diambil dari film ini?

Saat melakukan sesuatu, kita memang harus punya ambisi. Tapi ada yang jauh lebih penting dari sekedar ambisi - lakukanlah hal tersebut dengan hati.

Dalam kasus Perfecto Ben dan Kopi Tiwus misalnya. Perfecto Ben memang enak, tapi kenikmatannya hanya bisa dirasakan di kerongkongan. Sedangkan kopi tiwus, kenikmatannya tidak hanya dirasakan di kerongkongan tapi sampai ke hati para penikmatnya.

Ambisi perlu tapi jangan lupa pakai hati. Karena apa-apa yang dilakukan dengan hati akan sampai ke hati pula.

Metro, 25 Juli 2017 | Aisyah Apriliciciliana Aryani

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Belum Saatnya Berhenti