Sabtu Bersama Bapak

Ceritanya saya lagi ngubek-ngubek draft tulisan di laptop. Kemudian saya ingat kalau saya punya hutang untuk ngepost tulisan ini. Dalam rangka menepati janji, akhirnya pagi ini saya memutuskan untuk memposting tulisan ini disini. Lagian, menurut saya, sayang aja sih kalo film sebagus ini ga saya buatkan tulisan, karena film ini tuh mengandung banyak sekali pesan-pesan kehidupan. Dan... siapa tau suatu saat nanti, tulisan ini bisa menjadi pengingat untuk saya.

Oh iya, sebenarnya ini adalah film yang diadaptasi dari novel yang dikarang oleh Adhitya Mulya. Pada tahun 2015, saya juga sempat pengen beli novel Sabtu Bersama Bapak, tapi sayangnya saya selalu kehabisan stocknya. Dan sampai sekarang malah ga kesampean beli novel ini. Tapi alhamdulillah, walaupun ga kesampean beli, saya tetap bisa baca novelnya. Iyak betul saya minjem! Jadi, waktu itu saya sempat lihat temannya adik saya posting novel Sabtu Bersama Bapak di instagram, karena kebetulan saya juga kenal sama dia, akhirnya saya pinjem deh.

Alhamdulillah yah rejeki anak solehits (re : solehah dan hits) wkwk

Eh, prolognya kepanjangan ya? Mohon dimaafkan ya...

Yuk kita bahas filmnya! :D
Kalau ibarat makanan nih, film ini tuh paket lengkap. Soalnya gak cuman jalan ceritanya aja yang menarik, pesan moral yang disampaikan juga apik. Film ini bercerita tentang banyak hal. Tentang seorang laki-laki yang belajar mencari cinta. Tentang seorang pria yang belajar menjadi suami dan bapak yang baik. Tentang seorang ibu yang membesarkan anaknya dengan penuh kasih. Dan tentang seorang bapak yang meninggalkan pesan dan berjanji untuk selalu ada bersama anak-anaknya.

Diawali dengan kisah sang Bapak, Gunawan Garnida yang menderita kanker dan divonis oleh dokter akan segera meninggal. Saat itu Bapak merasa sedih karena ia tahu ia tidak bisa menemani anak-anaknya tumbuh dewasa. Tapi Bapak gak kehilangan akal, walaupun ia tidak bisa menemani anak-anaknya, ia tetap ingin anak-anaknya tumbuh bersamanya. Caranya dengan membuat ratusan video yang berisi pesan-pesan untuk ke dua buah hatinya, Satya Garnida dan Cakra Garnida.

Setelah bapak tiada, setiap hari Sabtu seusai pulang sekolah, Satya dan Saka (panggilan kecil untuk Cakra) akan meminta kepada ibunya untuk menonton video Bapak. Berkat nasihat-nasihat dari Bapak, Satya dan Saka tumbuh menjadi pribadi yang tidak hanya baik namun juga sukses. Satya menikah dengan seorang perempuan bernama Risa dan bekerja di sebuah perusahaan tambang yang ada di Paris sedangkan Saka bekerja sebagai Deputy Director di sebuah perusahaan di Jakarta.

Nah, itu tadi review singkat filmnya. Kalo mau tau cerita lengkapnya boleh banget loh baca novelnya atau nonton filmnya atau..... dua-duanya juga boleh. hehehe.

Biasanya kalau kita nonton film pasti masing-masing kita akan mengidolakan salah satu atau beberapa karakter dari tokoh-tokoh yang ada di film tersebut. Nah... kalau di film Sabtu Bersama Bapak ada tiga tokoh favorit saya, mereka adalah Bapak, Risa dan Saka.

Tentang Bapak.. hmm menurut saya, Bapak ini sosok luar biasa yang layak dijadikan panutan. Terutama buat kamu-kamu yang akan menjadi Bapak. Ada satu pesan dari Bapak yang selalu saya ingat sampai hari ini. Bapak menyampaikan pesan ini kepada Satya saat sedang mengajarinya berlatih pencak silat.

“Satya, Kemenangan itu diraih bukan dikasih. Kalau kurang pintar belajar lagi untuk lebih pintar. Kalo kurang kuat latihan lagi untuk lebih kuat.”

Dalam pesan Bapak diatas, kita sama-sama belajar bahwa kalau kita mau menang, kalau kita mau sukses kita harus tekun. Kita ga perlu jadi yang paling pintar atau jadi yang paling kuat. Kita hanya perlu untuk menjadi yang paling tekun.

Tentang Risa... menurut saya Risa adalah seorang istri yang luar biasa. Karena dia suka sekali melakukan kebaikan-kebaikan rahasia untuk suaminya. Setahu saya, bagi perempuan melakukan kebaikan untuk suami dan keluarga itu gampang. Tapi melakukan kebaikan rahasia? Itu yang susah. Kebanyakan perempuan ingin dilihat oleh suaminya. Habis dandan dikit, terus ga dipuji cantik jadi sedih. Belajar masak dikit kalau ga disebut makanannya enak juga sedih. Tapi Risa enggak, meskipun jarang sekali mendapat pujian dari suaminya, Risa ga pernah berhenti melakukan kebaik-kebaikan untuk suaminya.

Tentang Saka... hmmm saya ngefans sama Saka, selain karena karakternya yang lucu, sederhana dan apa adanya juga karena kata-katanya kepada Ayu.

“Saya ga nyari perempuan yang melengkapi saya. Melengkapi diri saya adalah tugas saya, bukan orang lain. Misalnya, saya boros lantas saya cari istri yang pinter nabung, ya nanti tabungannya habis sama saya dong. Menjalin suatu hubungan itu butuh dua orang yang kuat dan untuk menjadi kuat itu adalah tanggung jawab masing-masing.”

Apa yang dikatakan oleh Saka ada benarnya, loh. Kalau kita terus-terusan berfikir untuk mencari pasangan yang bisa menguatkan juga melengkapi kekurangan, artinya kita akan terus-terusan mengandalkan dan bergantung kepada pasangan kita dong. Kalau begitu terus, kapan majunya? Hehe. Jadi, menjadi kuat itu sepenuhnya adalah tanggung jawab diri kita masing-masing, bukan tanggung jawab orang lain apalagi tanggung jawab pasangan kita.

Sebagai penutup dari tulisan ini, saya mau bilang ini adalah salah satu novel dan film terbaik yang pernah saya tonton. Terimakasih kepada Kang Adhitya Mulya yang sudah menciptakan novel Sabtu Bersama Bapak yang sungguh sangat menginspirasi! :D


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Kopi : Ambisi atau Hati

Belum Saatnya Berhenti