Cerpen : Dari Nona Kepada Tuan

“Kamu jahat banget loh. Kamu tau gak dia itu serius sama kamu, tadi aja yang dia omongin cuman tentang kamu. Dia beneran suka sama kamu.”

Ia merebahkan diri diatas kasur. Kata-kata itu berputar-putar di pikirannya. Mencoba memejamkan mata. Tidak bisa tidur. Ia membuka mata kembali. Menatap kosong langit-langit kamar. Air-air tak jelas mulai tertahan pada binar matanya. Kemudian tumpah. Ada perasaan bersalah menyelimuti hatinya. Lalu ia berkata kepada diri sendiri. Mau sampai kapan membohongi perasaan sendiri?

Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Buru-buru ia hapus air matanya lalu menuju kamar mandi untuk berwudhu. Tiga rakaat salat witir dan satu juz bacaan qur’an berhasil ia khatamkan hari itu.

“Alhamdulillah.... “ gumamnya dalam hati.

Namun, perasaan itu tidak hilang. Perasaan tidak nyaman itu masih ada.

“Aku harus nulis...” pikirnya.

Kemudian diambilnya buku coklat gading kesayangannya. Ia pun mulai menulis.

“Assalamualaikum, tuan. Apa kabarnya? Semoga kamu selalu dalam keadaan sehat.

Ada yg ingin sekali saya sampaikan, tuan...

Tuan, ketika dua orang memang benar-benar saling menyukai satu sama lain, itu bukan berarti mereka harus bersama saat itu juga. Tunggulah di waktu yang tepat, saat semua memang sudah siap, maka kebersamaan itu bisa jadi hadiah yang hebat untuk orang-orang yang bersabar. 

Sementara kalau waktunya belum tiba, sibukkanlah diri untuk terus menjadi lebih baik, bukan dengan melanggar banyak larangan dan melanggar nilai-nilai agama. Kelak, waktu dan jarak akan menyingkap rahasia besarnya, apakah rasa suka itu semakin besar, atau semakin memudar.  

Tuan, bukankah setiap laki-laki ingin ditunggu dan setiap perempuan ingin diperjuangkan?

Tuan, akan selalu ada aku yang menunggumu. Sekarang aku sedang berjuang untuk mencapai mimpiku, memantaskan diriku, juga menjaga kehormatanku. 

Tuan, jangan lelah untuk berjuang ya. Berjuanglah, tuan. Berjuanglah layaknya Sri Rama yang selalu mengusahakan segala cara agar bisa mendapatkan Dewi Sinta-nya.

Tuan, dingin bukan berarti tak ingin. Ada yang diam-diam bahagia disebabkan karena kehadiranmu. Ada yang sedang berusaha memperbaiki diri agar bisa menjadi seseorang yang kamu ingini. Ada yang selalu mendoakan segala kebaikan untukmu. 

Semoga suatu saat nanti Allah berbaik hati mempertemukan kita dalam keadaan yang jauh lebih baik dari saat ini. 

Perasaannya kini lega. Ditutupnya buku coklat gading itu. Lalu ia memasang alarm dan kembali merebahkan tubuhnya diatas kasur. Sejurus kemudian lirih terdengar gadis itu mendengkur. Sementara di luar, hujan sangat deras mengguyur. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Kopi : Ambisi atau Hati

Belum Saatnya Berhenti