kalau jodoh pasti mudah


Pernah enggak ditanya kayak gini “si X udah nikah tuh, kamu kapan nyusul?”. Saya pernah. Dan akhir-akhir ini malah jadi sering sekali ditanyain kayak gini. Haha. Maklum, udah 22 menuju 23 sih :p

Ketika ditanya kayak gitu, setiap orang pasti memiliki jawaban yang berbeda. Ada yang santai banget dengan bilang “tenang, tunggu aja undangannya”.

Sebagian yang lain mungkin menjawab dengan serius seperti “masih pengen ngejar karier dulu deh, belum kepengen nikah.”

Tapi ada juga yang merespon kayak gini “Aduh.. iya nih, kok aku belum ketemu-ketemu sih sama mas jodoh?”, yang terakhir ini jawaban yang paling sering saya dengar.

Jawaban-yang-menurut-saya-pribadi-seperti takut ga kebagian jodoh.

Terus terang, dulu saya juga termasuk kedalam rombongan orang-orang yang pernah berpikir takut enggak kebagian jodoh. Haha. Wajar kok kalau diantara kita pernah ngerasain hal yang serupa. Apalagi kalau statusnya belum punya pacar. Nambah was-was deh *curhat* haha.


Cuman, akhir-akhir ini saya lagi rajin evaluasi diri. Setiap sebelum tidur, saya suka mikir dulu biasanya. Bukan mikir yang macem-macem kok. Kadang saya suka berfikir tentang tujuan hidup saya, cara buat mencapai tujuan itu gimana, kelemahan saya, sifat mana yang perlu di perbaiki, dan tentu saja saya juga pernah berfikir, kira-kira jodohnya saya besok siapa ya. Haha. Tetep ya ujung-ujungnya jodoh :p

Saya-baru-baru-ini juga jadi suka banget baca-baca tulisan tentang jodoh, baik itu di buku, blog, tumblr ataupun postingan-postingan teman-teman di sosial media.

Saya pernah baca postingan seseorang yang mengatakan bahwa “Menikah itu enggak mudah. Menikah itu butuh keterampilan khusus-keterampilan melunakkan ego. Demi kebaikan bersama. Demi kebaikan masa depan.”

Dari tulisan itu saya menjadi paham bahwa, mungkin ini yang menjadi salah satu penyebab kenapa saya belum dipertemukan dengan dia-nya saya. Iya. Saya belum pandai melunakkan ego. Padahal kodrat perempuan itu sebenarnya ada dua, mengalah dan mengabdi. Bisa melunakkan ego, berarti bisa mengalah. Ini hanya asumsi pribadi saya yah, belum tentu dapat digeneralisasi. Hehe.

Lantas bagaimana dengan mengabdi? Poin ini juga belum benar-benar saya miliki. Saya sadar nanti ketika saya menikah, saya harus mengabdikan diri saya kepada suami karena surga saya ada pada suami, ridho Allah ada pada ridho suami.

Saya semakin sadar bahwa saya yang sekarang masih banyak sekali kurangnya. Walau memang, enggak ada manusia yang sempurna. Tetapi intinya saya (memang) masih butuh banyak belajar. 

Sembari belajar, sembari memperbaiki akhlak diri, saya juga mencoba untuk selalu bersyukur.

Bersyuukur kepada Allah karena telah memberikan saya kesempatan untuk memperbaiki diri. Memberikan waktu kepada saya untuk membahagiakan kedua orang tua terlebih dahulu. Memberikan kesempatan kepada saya untuk mencapai semua impian-impian. Alhamdulillah.

Orang bilang, jodoh itu jangan ditunggu, karena kalau cuman nunggu nanti hanya capek yang dirasa. Sekali-sekali coba rasakan kalau kita yang ditunggu jodoh, maka masa penantian itu akan selalu diisi dengan semangat berjuang dan semangat memperbaiki diri.

Lagian kita sebenarnya enggak perlu khawatir perkara jodoh. Toh, jodoh kita sudah tertulis di lauhul mahfuz, kan?

Saat ini-dan sampai kapan pun-saya selalu punya keyakinan bahwa kalau jodoh pasti mudah.

Jadi, saya enggak perlu khawatir kapan dimana dan bagaimana menemukannya. Karna kalau jodoh, dia pasti akan menemukan saya kapan dimana dan bagaimanapun caranya.

Selamat memperbaiki diri. Tetap semangat!

Salam hangat,
April

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Kopi : Ambisi atau Hati

Belum Saatnya Berhenti